CERITA FIKSI

 Judul: Cermin Kamar 13


Semua orang di kota kecil Lembah Hitam tahu, Hotel Gading tua di ujung jalan sudah lama berhenti menerima tamu. Tapi pada suatu malam hujan deras, seorang pemuda bernama Arga mengetuk pintunya.


Ia tersesat dalam perjalanan ke kota sebelah dan tak punya pilihan lain. Seorang wanita tua membuka pintu. “Hanya satu kamar yang tersedia,” katanya pelan, “kamar 13.”


Arga tidak percaya takhayul. Ia mengangguk, membayar tunai, lalu mengikuti wanita itu menaiki tangga kayu yang berderit ke lantai atas. Kamar 13 berada di ujung lorong yang remang-remang. Dindingnya lembap, dan udara dingin menusuk.


Begitu masuk, Arga merasa aneh. Kamar itu bersih tapi kuno. Di tengahnya berdiri sebuah cermin besar berbingkai kayu ukir. Ia meletakkan tasnya, duduk di ranjang, dan menatap pantulan dirinya di cermin.


Tapi ada sesuatu yang salah.


Bayangannya tersenyum, padahal ia tidak.


Arga berdiri cepat. Bayangan itu ikut berdiri, tapi dengan jeda setengah detik lebih lambat. Ia mengedip. Cermin tidak.


Merinding, Arga menutup cermin dengan seprai. Ia menganggap itu halusinasi karena kelelahan. Namun, saat tengah malam, ia terbangun karena suara... ketukan.


Tok... tok... tok...


Dari dalam cermin.


Pelan-pelan, seprai jatuh sendiri, seperti ditarik dari dalam. Di balik pantulan itu, bayangan Arga berdiri tegak, dengan senyum lebar dan mata hitam legam.


“Aku ingin keluar,” suara itu terdengar, meski mulutnya tak bergerak. “Kau sudah membuka pintu... sekarang gantian.”


Arga mundur, berusaha membuka pintu kamar, tapi terkunci rapat. Ketika ia menoleh, bayangannya sudah tidak berada di cermin. Kosong.


Lalu... CRAK!


Cermin itu retak dari tengah. Dari celahnya, tangan pucat keluar, meraih udara seperti mencari mangsa. Arga menjerit, tapi tak ada yang mendengar. Cermin itu retak seluruhnya, lalu pecah, menyisakan lubang hitam pekat.


Sosok yang keluar bukan hanya menyerupai dirinya, tapi jauh lebih mengerikan—kulit pucat, mulut robek penuh taring, dan mata yang membara merah.


Esok paginya, pemilik hotel membuka kamar 13, dan menemui pemandangan aneh: kamar itu rapi seperti tidak pernah dihuni. Tidak ada Arga. Tidak ada cermin. Hanya bau darah samar dan bekas pecahan kaca yang bersih seolah dijilat waktu.


Dan di cermin depan meja resepsionis, tampak wajah Arga… tersenyum.


Comments

Popular posts from this blog

Ringkasan materi bab 3 cerpen

LATIHAN SOAL BAB 1 DAN BAB 2

CERPEN : Hadiah Untuk Sahabat